NUSANTARA. Lembayungnews|▪︎Semakin maraknya penipuan berkedok Love Scammer, aksi penipuan yang bermodus asmara. Menurut data yang kami dapat dari para korban, ratusan juta sudah melayang ke tangan para penipu ini yang dalam istilah media sosial disebut ‘Codot’.
Para penipu ini menggunakan foto profile lelaki tampan yang berstatus singel atau duda beranak 1, dengan memakai kostum aparat, atau juga mengaku karyawan perusahaan BUMN atau perusahaan pengeboran lepas pantai kelas international, mereka mengelabui para korban (mayoritas ibu-ibu) dengan menjanjikan akan menikahinya.
Sebagaimana yang pernah dikatakan salah seorang relawan pembasmi codot, (D), bahwa mereka itu pandai membaca situasi, hingga menciptakan Delusi yang membuat Victim (Korban) terlena dengan bujuk rayu yang intens dilakukannya.
Berpura-pura memberikan perhatian karena sayang, padahal memang sedang memperhatikan kondisi korban menunggu saat si korban semakin lemah,
Inilah yang perlu kita tekankan dan garis bawahi, supaya Victim dan calon Victim sadar dengan effect delusi yang diciptakan codot untuk mencari sela dan kesempatan emas untuk menguras harta para korban.
D dan beberapa rekannya pada sebuah group khusus edukasi para korban dan calon korban penipuan love scammer. Mereka Juga mempunyai misi merangkul para korban dan memberangus akun-akun palsu yang makin liar menebar racun kebohongan.
“Sebagian Victim meyakini kalau mereka itu seperti diguna-guna atau terkena black magic. Bagiku pribadi tidak percaya hal itu, semua itu terjadi karena Codot sendiri sudah mengubah mindset terhadap calon korban bahwa dia seolah-olah adalah sosok suami idaman yang tampil agamis padahal aslinya iblis” ungkap D saat kami bincangi.
Dengan menampilkan diri sebagai suami idaman itu, sehingga dapat menciptakan distorsi kognitif, seperti sebuah keyakinan bahwa Penipu itu akan segera mempersunting dirinya.
Sangat disayangkan banyak juga para ibu-ibu memandang negatif dan membully para korban.
“Kebanyakan dari mereka yang memandang negative terhadap Victim itu karena mereka tidak memposisikan diri mereka seperti apa yang dialami korban, Gak usah munafik lah, semua ibu-ibu yang single mom khususnya, pasti senang kalau diberi perhatian lebih dari lawan jenis”. Tegas D sebagai salah seorang relawan bagi korban codot.
“Aku pribadi kurang setuju dengan stigma yang mencap, ‘victim’itu orang bodoh yang harus dihindari atau dikucilkan, bahkan dibully di sosmed. No!.. mereka jadi korban karena kurangnya edukasi tentang scammer ini, khususnya love scammer”. Tambahnya.
“Duh.. gimana ya aku menjelaskannya, gini loh bang.. dari awal mereka sudah memilih targetnya dengan latar belakang yang menurut mereka bisa “menghasilkan”. Tidak adil rasanya jika victim yang jelas-jelas sudah kehilangan uang malah dicap negative, karena mereka tidak pernah berhadapan langsung dengan para codot sih”
“Coba saja kenali dan wasting time for a few days, mereka akan ngerti kenapa Victim bisa melakukan kesalahan tersebut” tandasnya.
L, salah seorang korban penipuan yang kehilangan uang sebanyak 60 juta menceritakan bagaimana awal mulanya dia berkenalan dengan manusia jadi-jadian alias codot ini sampai dia harus kehilangan uang sebanyak Rp 60 juta.
“Istilah yang dipake waktu it bukan over resign, tapi intinya sama tujuannya. Itu buat biaya org yang gantikan posisi dia selama dia keluar lokasi. Selain itu ada juga biaya speed boat dan biaya 5% dari gaji serta biaya pajak yang total keseluruhannya yakni Rp 60 juta” ungkap L menceritakan proses bagaimana dia mengirimkan uang tersebut secara bertahap. Dengan harapan dia bisa berjumpa orang yang dianggapnya sebagai kekasih dan akan menikahinya saat mereka berjumpa.
Hampir senada dengan L, korban lainnya berinisial W mengatakan bahwa dia tertipu sebanyak Rp 48 juta, dengan alasan yang disampaikan hampir sama.
“Alasannya minta resign mau kerja di pertamina bang, katanya dia lelah kerja di laut. Setelah resign si codot harus dijemput pakai helikopter atau speed boat tapi supaya lebih cepat dia minta pakai heli, biaya Dp-nya 6 juta. Terus (yang mengaku-ngaku) HRD-nya (Human Resources Development)
ngomong kalau si ‘Codot’ melanggar kontrak, jadi dihukum harus bayar 2 bulan gaji sebanyak Rp 70 juta supaya gajinya bisa keluar,” ungkap W bercerita bagaimana lihainya si penipu merekayasa kondisi agar nampak nyata.
Tapi karena W bilang uangnya tidak cukup kalau maunya 70 juta, si codot pun bilang, kalau perusahaan memberi keringanan membayar hanya satu bulan gaji yakni sebesar Rp 38 juta, dan W pun akhirnya mengirimkan uang sejumlah itu.
“Terus si codot bilang karna gajinya gak keluar dia gak punya tempat tinggal, jadi saya merasa iba dengannya, untuk itu saya selalu memberinya uang untuk biaya hidupnya di sana. Terakhir dia bilang kalau perusahaan memberi keringanan lagi, disuruh membayar 10 juta lagi supaya gajinya bisa keluar dan dia bilang dia sudah menjual barangnya seperti laptop dan lain-lain, jadi dapat uang dari hasil jual laptop sebesar 7 juta masih kurang 3 juta dia minta ke saya lagi. Karna takut uang saya tidak kembali kalau dia tidak keluar lokasi, akhirnya saya percaya dan transfer uang sebesar 3 juta lagi, jadi total yang saya kirim sebanyak 48 juta” ungkap W, sangat tragis.
Pertanyaannya mengapa dengan mudahnya para korban mau mengirimkan uang sebesar itu? Ternyata setelah di telusuri penipu ini sudah memasang jebakan semacam skenario drama yang diatur oleh sang sutradara, membagi tugas dalam melancarkan aksinya.
Ada yang berperan sebagai HRD, ada yang tugasnya mengedit ID Card, Name Card, dan identitas lainnya yang jika dilihat dengan kasat mata dokumen-dokumen tersebut nampak asli.
Ada juga semacam permaianan emosional yang membuat para korban bimbang. Korban dijebak agar tidak punya pilihan lain selain transfer lagi sejumlah uang, agar uang yang lama bisa kembali. Hal ini yang ditanamkan oleh penipu kedalam otak si korban seperti sugesti yang berulang-ulang kali di gaungkan agar si korban menyerah dan dengan tanpa pertimbangan matang kembali mengirimkan sejumlah uang.
Apakah ini tindakan bodoh?. Saya kurang sependapat juga dengan bahasa bodoh atau tolol atau lainnya yang seakan-akan ingin menambah beban pikiran korban. Hal ini bisa terjadi pada siapapun, Dimanapun, karena memang mereka para penipu itu sudah mempelajari langkah-langkah strategis untuk menciptakan korban baru.
Masih banyak lagi korban yang sudah menceritakan kepada tim redaksi kami dengan berbagai latar belakang kisah dan ceritanya, dengan kerugian sampai mencapai ratusan juta rupiah.
Ada yang sampai diancam akan disebar foto tidak senonoh, baik ke medsos atau kepada keluarga terdekat korban. Ancaman demi ancaman dilakukan oleh pelaku penipuan ini sehingga korban kembali mengeluarkan uang.
Namun saat ini, dengan semakin intensnya para relawan memberikan informasi dan pengetahuan tentang trik dan ciri-ciri penipu, maka semakin banyak pula kaum hawa yang mulai faham bagaimana mereka harus bersikap menghadapi para penipu ini.
Selayaknya kita merangkul mereka, menguatkan dan jika mungkin memberikan solusi dari apa yang telah menimpanya. Mereka juga saudara kita yang saat ini terkena musibah karena keteledoran yang terlalu mengikuti kata hati tertipu oleh rasa cinta yang membantu buta. (Hans)