PRABUMULIH, LEMBAYUNGNEWS – Peraturan Walikota (Perwako) Nomor 61 Tahun 2019 dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Prabumulih seolah tak lebih dari aturan di atas kertas. Faktanya, kendaraan bertonase besar, truk tangki BBM industri, hingga angkutan over dimension over load (ODOL) masih leluasa beroperasi di jantung kota tanpa tindakan tegas.
Rabu (1/10/2025), awak media mendapati sebuah tronton bernopol BG 8144 UE mengangkut puluhan ton semen dan bebas bongkar muat di gudang Toko Depo Muara Dua Bangunan, Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Muara Dua. Padahal kawasan tersebut masuk dalam zona Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL) yang jelas melarang kendaraan berat.
Otong, sopir truk pengangkut semen, mengakui dirinya tahu aturan larangan tersebut. Namun ia berdalih hanya menjalankan perintah pemilik toko. Ia juga mengisyaratkan adanya “pengawalan khusus” sehingga truk-truk besar bisa melintas tanpa hambatan, meski melewati pos Dishub di Tugu Air Mancur.
Upaya konfirmasi kepada pemilik toko berujung buntu. Karyawan menyebut bos tidak ada di tempat. Hal ini justru semakin memperkuat dugaan adanya praktik “main mata” antara oknum petugas dan pihak pengusaha.
Plt Kadishub Prabumulih, Arlus, membenarkan kendaraan ODOL masuk kota melanggar aturan. Namun ia menegaskan kewenangan penindakan bukan di Dishub, melainkan ranah Satlantas. “Kami hanya bisa mengawasi, bukan menindak,” jelasnya.
Berbeda dengan Dishub, Kasat Lantas Polres Prabumulih, AKP Marlina, menegaskan penindakan hanya bisa dilakukan di jalan umum. “Kalau kendaraan sudah masuk area parkir toko, tidak bisa ditilang. Tapi saya sudah perintahkan anggota turun ke lapangan,” katanya. Benar saja, sore itu anggota Satlantas langsung menindak kendaraan tersebut.
Namun publik tetap bertanya-tanya, bagaimana mungkin kendaraan ODOL bisa lolos dari pos Dishub dan bebas parkir di tengah kota? Ingatan masyarakat masih segar ketika ODOL menyebabkan robohnya Gapura Air Mancur dan kerusakan jalan yang tiap tahun menelan biaya miliaran dari APBD.
Padahal, Wali Kota Prabumulih H. Arlan pernah turun langsung menghentikan tronton air mineral yang nekat masuk kota. Sayangnya, semangat penegakan hukum itu kini seakan hilang. Truk-truk besar kembali leluasa melintas, merusak jalan, dan menabrak aturan yang sejatinya dibuat demi keselamatan publik.
Kekecewaan masyarakat pun menyeruak. “Kalau aturan dibuat hanya untuk dilanggar, bagaimana lagi masyarakat bisa percaya hukum?” ujar salah satu warga.
Fenomena ODOL di Prabumulih kian memperlihatkan lemahnya koordinasi antarinstansi. Bahkan baru-baru ini, tronton terperosok di depan workshop PT Indotekhnik, vendor Pertamina, dekat SMPN 2. Dalam kejadian itu, terungkap adanya oknum TNI yang ikut mengawal masuknya kendaraan berat. Ironisnya, perusahaan tersebut ternyata tidak mengantongi izin resmi dari Pemkot.
Aturan jelas menyebutkan bahwa jalan protokol mulai dari Tugu Air Mancur hingga Tugu Nanas merupakan kawasan terlarang bagi kendaraan di atas 9 ton. Namun, perusahaan besar seperti PT Subur Sedaya Maju hingga BUMN sekelas Pertamina tetap bebas beroperasi di dalam kota tanpa penertiban berarti.
Padahal, jalan lingkar Prabumulih sudah tersedia dan mulus, namun anehnya truk-truk besar masih memilih jalur dalam kota. Publik pun menilai para pengusaha enggan membangun gudang atau workshop di jalan lingkar demi menghindari biaya tambahan.
Situasi ini semakin menegaskan bahwa Perda dan Perwako di Prabumulih tidak berjalan efektif. Hukum terlihat tajam ke bawah, namun tumpul ke atas, sementara jalan kota terus jadi korban. (Raif)
Rasman Ifhandi












