Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, baik energi yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Berdasarkan potensi tersebut, pemerintah tak henti-hentinya mengambil langkah konkret dengan mengoptimalkan gas bumi sebagai energi transisi menuju Net Zero Emission pada 2060.
PRABUMULIH. Lembayungnews — Pemerintah Indonesia saat ini tengah gencar melakukan inovasi di sektor energi nasional untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari dan produksi gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 mendatang.
Tentunya ini bukan hal yang mudah bagi pemerintah. Namun, usaha pemenuhan target tersebut harus diupayakan bersama perusahaan-perusahaan migas, terutama Pertamina yang terus melakukan terobosan di lapangan. Meskipun ada pihak-pihak yang pesimis target ini dapat terealisasi karena pada akhir tahun 2023 pemerintah belum mampu mencapai target lifting, dengan hasil yang cukup jauh dari harapan.
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi lifting minyak bumi hingga akhir 2023 hanya mencapai 605.500 barel per hari. Angka ini jauh di bawah target APBN 2023 sebesar 660.000 barel per hari dan target berdasarkan Work Program and Budgeting (WP&B) 2023 sebesar 621.000 barel per hari (BOPD).
Kondisi tersebut sudah terjadi selama 17 tahun terakhir. Terakhir kali, pada tahun 2005, target lifting dapat tercapai dengan angka 1,07 juta BOPD. Namun, produksi terus menurun hingga tahun 2023.
Peran Strategis Pertamina Mendukung Pemerintah
Pertamina, sebagai perusahaan BUMN yang dipercaya pemerintah, memiliki peran strategis dalam pencapaian target tersebut. Saat ini Pertamina berkontribusi sekitar 69% terhadap produksi minyak nasional, sementara produksi gas nasional dari Pertamina menyumbang 34% yang dihasilkan dari 24% blok domestik.
Capaian tersebut tak lepas dari kerja keras Pertamina PHR Regional Sumatera Zona 4 yang mengelola tujuh Wilayah Kerja (WK) hulu migas di Sumatera Selatan, meliputi Pertamina EP (PEP) Prabumulih Field, PEP Limau Field, PEP Adera Field, PEP Pendopo Field, PEP Ramba Field, Pertamina Hulu Energi (PHE) Ogan Komering-Raja Tempirai (OK-RT).
Produksi migas year to date (YTD) PHR Regional Sumatera Zona 4 mencapai 25.831 BOPD untuk minyak dan 574,69 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk gas. Pencapaian ini mendukung produksi PHR Regional 1 Sumatera yang menyumbang sepertiga kebutuhan migas nasional.
Untuk mengetahui lebih jauh kontribusi Pertamina Hulu Rokan Zona 4 dalam mendukung program pemerintah, kami menggelar wawancara dengan Senior Manager Prabumulih Field, Muhammad Luthfi Ferdiansyah.
Dalam temu wicara santai bersama awak media, Luthfi memaparkan prestasi Pertamina Prabumulih Field dalam mendukung produksi migas nasional, tantangan di lapangan, strategi, serta jumlah sumur aktif yang berkontribusi terhadap capaian tersebut.
Pada kesempatan itu, Luthfi menegaskan bahwa Pertamina Hulu Rokan Zona 4 (PHRZ-4) Prabumulih Field berhasil meningkatkan angka produksi minyak pada pertengahan 2024 menjadi 8.148 BOPD, melampaui target yang ditetapkan.
“Alhamdulillah, kami mencapai 112 persen dari target sebanyak 7.449 BOPD untuk minyak, sedangkan untuk gas tercapai 111 MMSCFD,” terangnya, Kamis (4/6/2024).
Ia menambahkan jumlah sumur yang berproduksi saat ini meningkat dari 140 sumur pada 2023 menjadi 190 sumur pada 2024, termasuk sumur-sumur tua peninggalan zaman Belanda yang masih aktif. Penambahan 50 sumur ini merupakan upaya untuk meningkatkan produksi minyak dan gas nasional.
“Dari sumur-sumur tersebut, ada 83 sumur injeksi dan sisanya sumur suspend. Itulah yang kita kelola sehingga menghasilkan produksi yang melampaui target tadi,” jelas Luthfi. Ia juga menyebutkan capaian produksi gas saat ini berada pada 96,5 persen dari target awal sebesar 116 MMSCFD.
Strategi Pertamina Prabumulih Field Menggenjot Produksi Migas
Pertamina Prabumulih Field menerapkan berbagai inovasi agar produksi minyak dan gas tetap stabil atau bahkan meningkat, sebagai bentuk tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan energi nasional.
“Tugas kami di lapangan adalah mempertahankan produksi eksisting agar tidak semakin menurun, pertama dengan melakukan perawatan sumur dan optimasi secara rutin.
Kedua, melalui pengeboran sumur baru atau pengembangan sumur. Ketiga, mengatasi bottlenecking dengan mengelola air melalui injeksi ke sumur serta mengganti pipa-pipa tua,” paparnya.
Luthfi menekankan tantangan terbesar adalah kondisi struktur subsurface yang mature dan depleted, sehingga dibutuhkan kreativitas dan inovasi tinggi dari seluruh tim untuk mempertahankan produksi.
Pertamina Prabumulih Field pun mempersiapkan delapan rig untuk mendukung kegiatan pengeboran demi mencapai target energi nasional.
Impian Anak Kampung yang Terwujud
Terlepas dari pencapaian target energi, saya teringat masa kecil di kampung saat Sungai Kelekar masih jernih dan digunakan warga untuk aktivitas sehari-hari. Saat mandi bersama kawan-kawan, kami sering bermain dengan tumpukan oil spill yang mengalir di sungai, melempar kotoran minyak satu sama lain.
Kadang kami menjemur baju basah di pipa panas Pertamina agar cepat kering. Kami juga rela berjalan jauh hanya untuk melihat “api abadi” gas flaring yang menyala terus-menerus dengan suara mendesis yang memekakkan telinga. Kami bertanya-tanya, bagaimana jika api itu bisa dimanfaatkan di rumah, sehingga kami tak perlu lagi mencari kayu bakar, arang, atau membeli minyak tanah.
Harapan masa kecil itu akhirnya terwujud. Pada 2012 hingga 2019, infrastruktur jaringan gas rumah tangga (jargas) dibangun di Prabumulih, dengan 42.668 sambungan rumah (SR) atau menjangkau 86 persen penduduk. Kehadiran jargas ini membuat Prabumulih dijuluki “City Gas” karena memiliki SR terbanyak di Sumatera Selatan.
Peresmian Jargas di Prabumulih
Menteri ESDM Ignasius Jonan, Gubernur Sumsel Herman Deru, Wali Kota Prabumulih Ridho Yahya, dan jajaran Pertamina meresmikan penggunaan jargas rumah tangga di Prabumulih pada Sabtu, 30 Maret 2019. Jargas ini membantu meringankan pengeluaran rumah tangga, menekan biaya pembelian gas LPG, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Semua biaya pemasangan instalasi pipa digratiskan oleh pemerintah dan Pertamina. Bahkan, masyarakat mendapat gratis pemakaian gas selama tiga bulan pertama.
Kesaksian Warga Pemilik Warung Kopi
Marlina, warga Kelurahan Karang Raja yang memiliki warung kopi, mengaku sangat terbantu dengan adanya jargas ini. “Sebelumnya kami memakai LPG 3 kg yang harganya Rp25.000 per tabung. Dalam sebulan, kami habis 6–8 tabung, jadi harus keluar Rp150.000–200.000. Sekarang, dengan jargas, kami hanya membayar Rp75.000–100.000 per bulan,” ujarnya.
Selain lebih hemat, Marlina menambahkan mereka tidak lagi khawatir kehabisan gas saat melayani pelanggan. Bagi warga kampung dengan mayoritas bekerja sebagai pedagang makanan, jargas ini sangat membantu menekan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan.
Ternyata, mimpi masa kecil kami untuk memanfaatkan “api abadi” gas flaring menjadi sumber energi rumah tangga benar-benar terwujud, meski harus menunggu puluhan tahun.
Api abadi itu kini telah hadir di dapur kami, memberi kemudahan bagi hampir semua keluarga di Prabumulih. Ini sejalan dengan program pemerintah dan BPH Migas dalam mendukung transisi energi menuju Net Zero Emission.
Kita berharap agar cita-cita Indonesia untuk mencapai produksi minyak 1 juta barel per hari dapat terwujud, hal itu bukan mustahil. Namun, semua membutuhkan inovasi, kreativitas, dan aksi nyata di lapangan, sebagaimana yang telah dilakukan para perwira Pertamina, pilar ketahanan energi kebanggaan bangsa.
Berbagai upaya terus dilakukan PT Pertamina untuk akselerasi pemanfaatan gas bumi sebagai energi transisi, demi mendukung target produksi migas nasional 1 juta barel minyak dan 12 MMSCFD gas pada 2030.
Penulis: Rasman Ifhandi
Pemimpin Redaksi Lembayungnews










