JAKARTA, LEMBAYUNGNEWS — Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) mengecam keras dugaan aksi teror terhadap hakim Pengadilan Negeri Medan, Khamozaro Waruwu, setelah rumahnya terbakar dalam peristiwa yang mencurigakan.
Ketua Umum DePA-RI, Dr. TM Luthfi Yazid, S.H., LL.M., menilai peristiwa tersebut merupakan bentuk intimidasi terhadap aparat penegak hukum yang tidak bisa dibiarkan. “Teror terhadap hakim tidak boleh ditoleransi karena melanggar hak asasi manusia,” tegas Luthfi dalam pernyataannya, Jumat (7/11).
Ia menambahkan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi “sampai ke Antartika.” Karena itu, segala bentuk teror terhadap hakim, apalagi yang tengah menangani kasus korupsi, harus diusut tuntas.
Hakim Khamozaro Waruwu diketahui memimpin sidang perkara dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Dalam proses persidangan, ia sempat meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Bobby Nasution, menantu Presiden Joko Widodo yang kini menjabat Gubernur Sumatera Utara, sebagai saksi.
Menurut Luthfi, insiden ini justru harus memperkuat solidaritas masyarakat sipil untuk mengawal proses hukum dan memberikan dukungan moral kepada para hakim agar dapat bekerja independen serta profesional.
“Masyarakat memiliki peran penting, namun negara tetap wajib menjamin keamanan dan perlindungan bagi setiap hakim yang menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap peristiwa di Medan menjadi penyemangat bagi para hakim, khususnya hakim tipikor di seluruh Indonesia, untuk tidak gentar menegakkan hukum dan keadilan.
“Sikap tegas Hakim Khamozaro yang menyatakan tidak takut dan tidak akan mundur adalah sinyal kuat bahwa hukum tidak boleh dikalahkan oleh teror,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, DePA-RI menyampaikan empat poin penting:
Kasus teror terhadap hakim harus diusut tuntas hingga ke dalang utama. Aparat penegak hukum diminta bekerja profesional dan maksimal.
RUU Jabatan Hakim (RUU JH) yang masuk Prolegnas urutan ke-7 harus segera disahkan, sebagai dasar hukum perlindungan dan jaminan keamanan bagi hakim sebagai pejabat negara.
Komisi Yudisial (KY) diminta proaktif dalam advokasi kasus ini, agar pelaku dan aktor intelektualnya segera terungkap.
Janji Presiden Prabowo untuk menaikkan gaji hakim harus segera direalisasikan, agar tidak dianggap sekadar retorika politik.
Luthfi mengingatkan, Presiden Prabowo sebelumnya telah dua kali menjanjikan kenaikan gaji hakim—yakni saat bertemu calon hakim pada 19 Februari 2025 dan dalam pertemuan dengan Mahkamah Agung pada 12 Juni 2025—namun hingga kini belum terealisasi.
“Janji presiden adalah komitmen negara. Dampaknya bukan hanya ekonomi, tapi juga psikologis bagi aparat penegak hukum,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa korupsi adalah musuh bersama yang menghancurkan sendi-sendi keadilan bangsa.
“Sejarah telah membuktikan, di banyak negara termasuk Nepal, korupsi menjadi penyakit ganas yang meruntuhkan moral pemerintahan. Indonesia tidak boleh mengulang kesalahan itu,” pungkas Luthfi.
(Raif)












