Cahaya di Tengah Sunyi Bencana, Rig Pertamina Menguatkan Warga Aceh Tamiang

  • Bagikan

ACEH TAMIANG, LEMBAYUNGNEWS — Malam hari di Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, terasa jauh lebih sunyi dan mencekam pascabencana.

Pemadaman listrik total dan hilangnya jaringan komunikasi membuat kegelapan datang lebih awal, memicu kecemasan di rumah-rumah warga. Di tengah kondisi itu, satu titik cahaya tetap bertahan di sekitar area Rig PDSI#19.1, menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat sekitar.

Setiap malam, warga dari enam desa berdatangan ke lokasi tersebut dengan membawa telepon genggam, powerbank, senter, hingga lampu darurat. Mereka mengantre tertib untuk mengisi ulang daya perangkat.

Bagi warga, baterai yang kembali terisi bukan hanya soal kebutuhan teknologi, melainkan satu-satunya cara untuk menghubungi keluarga dan memastikan kabar keselamatan.

“HP saya sudah mati hampir dua hari. Kami benar-benar tidak bisa menghubungi siapa pun,” ujar Siti (38), warga Desa Alur Cucur.

“Begitu tahu ada tempat untuk ngecas, rasanya seperti dapat harapan baru.”
Sejak bencana terjadi, pasokan listrik dan jaringan komunikasi di wilayah sekitar rig lumpuh total.

Kondisi tersebut membuat warga terisolasi, terutama pada malam hari ketika penerangan menjadi kebutuhan mendesak.
Rig Superintendent Pertamina Drilling, Surya Budiman, menjelaskan bahwa inisiatif pengisian daya itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap kebutuhan darurat masyarakat.

“Sejak awal kejadian, listrik dan sinyal terputus. Padahal warga sangat bergantung pada ponsel untuk mengabarkan kondisi mereka. Kami berusaha membantu sebisa mungkin,” katanya.

Ia menambahkan, Rig PDSI#19.1 sempat menghentikan operasional sejak 26 November 2025 dan kembali aktif pada 16 Desember 2025. Meski demikian, seluruh aktivitas pengisian daya dilakukan dengan tetap mengutamakan keselamatan.

“Pengisian dilakukan di area aman, di luar zona kerja rig. Hampir setiap malam, lebih dari 100 warga datang,” ungkap Surya.
Warga yang memanfaatkan fasilitas tersebut berasal dari Desa Alur Batu, Alur Cucur, Alur Manis, Landu, Tempel, dan Lumpuran. Ada yang berjalan kaki, ada pula yang datang berboncengan sepeda motor.

Tak sedikit orang tua yang membawa anak-anak mereka, menunggu sambil duduk di sekitar area dengan penerangan seadanya.
“Kalau malam sangat gelap, anak-anak jadi ketakutan. Lampu darurat ini benar-benar membantu,” tutur Rahmad (45), warga Desa Alur Manis, sambil menunjukkan lampu emergency yang telah terisi penuh.

Selain menyediakan akses listrik, Pertamina Drilling juga menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa makanan siap santap dua kali sehari, paket sembako, air bersih, serta air minum kemasan bagi warga terdampak di sekitar wilayah operasional.

“Di situasi seperti ini, bantuan makanan dan air sangat berarti bagi kami. Setidaknya kami merasa tidak sendirian,” kata Yuliana (41), warga Desa Landu.

Di tengah keterbatasan dan gelapnya malam, Rig PDSI#19.1 kini tak lagi sekadar fasilitas industri. Tempat itu menjelma menjadi ruang singgah bagi warga—tempat mengisi daya, berbagi cerita, dan saling menguatkan. Cahaya yang menyala setiap malam tak hanya menerangi ponsel dan senter, tetapi juga menumbuhkan rasa aman dan harapan di tengah bencana. (Ril)

Editor: Rasman Ifhandi

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *