Saya Bukan Koruptor, Hanya Manusia Biasa”: Kisah Guru RN yang Dipecat Tanpa Peringatan

  • Bagikan

PRABUMULIH, LEMBAYUNGNEWS — Di sebuah rumah sederhana di pinggiran Kota Palembang, RN duduk termenung di hadapan tumpukan berkas. Di antara lembaran itu, ada satu surat yang mengubah hidupnya: surat keputusan pemberhentian sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah dua dekade mengabdi sebagai guru sekolah dasar.

“Saya tahu kabar saya dipecat justru dari berita, bukan dari surat resmi,” ucapnya pelan, menahan emosi.

RN, sebut saja begitu, adalah satu dari tujuh ASN yang diberhentikan Pemerintah Kota Prabumulih karena tidak masuk kerja selama bertahun-tahun. Namun, kisah RN berbeda: ia tidak sekadar abai, melainkan menyimpan potret lemahnya sistem pengawasan dan komunikasi di lingkungan ASN daerah.

Awal Kekecewaan Seorang Guru

Selama hampir 20 tahun, RN dikenal sebagai guru yang sabar dan berdedikasi. Namun di balik pengabdiannya, perlahan tumbuh rasa kecewa terhadap sistem birokrasi yang menurutnya tidak berpihak.

“Saya waktu itu sedang sakit dan juga merasa ditekan oleh pihak luar. Tapi ketika saya minta penjelasan dan perlindungan ke dinas, tidak ada respon,” tuturnya.

Perasaan kecewa itu berubah menjadi kelelahan batin. RN mengaku sempat menarik diri dari pekerjaan karena tak lagi mendapat kepastian dan dukungan.

Tidak Pernah Terima SP, Justru Mencari Tahu

Yang membuat RN terpukul bukan hanya pemecatan, tapi cara proses itu dijalankan. Ia mengaku tidak pernah menerima surat peringatan (SP) apa pun, baik SP 1, SP 2, maupun SP 3.

“Saya tidak pernah dikasih tahu. Tidak ada SP. Tahu-tahu diberhentikan, dan saya tahunya dari media. Rasanya seperti disingkirkan diam-diam,” ujarnya getir.

Lebih jauh, RN menegaskan bahwa selama dirinya tidak aktif, ia justru berusaha mencari tahu.

“Selamo aku idak masuk, justru aku yang mencari tahu. Aku sering tanyo samo kawan di sekolah, apakah ado surat SP itu. Tujuannyo kalo ado surat SP, aku punyo dasar untuk bercerito atau mengadu alasan sebenarnyo kenapo aku dak begawe,” katanya menjelaskan.

Ia juga menegaskan, dirinya bukan pelaku pidana atau korupsi, melainkan manusia biasa yang bisa kecewa dan terpancing emosi.

“Saya ini bukan pelaku pidana, bukan korupsi, bukan narkoba. Saya hanya manusia biasa yang punya kesalahan, emosi, dan kekecewaan,” ungkapnya lirih.

Gaji Tetap Cair, Sistem Pengawasan Dipertanyakan

Selama tiga tahun tidak aktif, RN masih menerima gaji penuh sebagai PNS Golongan II. Fakta itu menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana sistem pengawasan ASN bisa sedemikian longgar?

“Kalau memang saya tidak masuk kerja selama itu, kenapa tidak ada yang tahu? Kenapa gaji saya tetap cair setiap bulan?” ujarnya heran.

Kini, setelah resmi diberhentikan pada 14 Mei 2025 lewat surat keputusan yang ditandatangani Wali Kota Prabumulih H. Arlan, RN justru menghadapi masalah baru  hak-haknya yang belum diserahkan.

“Saya hanya menuntut apa yang jadi hak saya. Selama ini gaji saya dipotong untuk tabungan tunjangan, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan,” katanya.

SKPP Tertahan karena “Kerugian Negara”

Upaya RN mengurus Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) telah berjalan berbulan-bulan, namun selalu kandas. Alasannya, gaji yang diterimanya selama masa tidak aktif dianggap sebagai “potensi kerugian negara”.

“Instansi bilang gaji yang saya terima selama tiga tahun itu dianggap kerugian negara. Tapi anehnya, tidak ada surat resmi yang menyatakan begitu,” ujarnya.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Prabumulih, Wawan Gunawan, menjelaskan bahwa secara prosedural, RN memang harus mengembalikan gaji tersebut sebelum SKPP bisa diterbitkan.

“Sejak SK pemberhentian keluar, gaji selama masa tidak aktif dianggap potensi kerugian negara dan wajib dikembalikan,” kata Wawan.

Namun RN keberatan. Ia menolak menandatangani draf SKPP karena merasa dipersalahkan sendirian atas kelalaian sistem.

“Kalau saya dianggap salah karena tidak masuk, bagaimana dengan yang terus mencairkan gaji saya tanpa verifikasi?” ujarnya balik.

Perjuangan Mencari Keadilan

Kini, RN memilih melanjutkan perjuangannya ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Selatan. Ia berharap, kasusnya menjadi jalan pembenahan sistem pengawasan ASN.

“Bukan untuk melawan pemerintah, tapi saya ingin keadilan ditegakkan. Saya ingin sistem ini diperbaiki agar tidak ada lagi ASN yang mengalami nasib seperti saya,” tegasnya.

Cerminan Masalah Sistemik

Kisah RN bukan sekadar persoalan pribadi seorang guru yang kehilangan pekerjaannya.
Kasus ini memperlihatkan rapuhnya pengawasan internal, lemahnya koordinasi antarinstansi, dan kaburnya mekanisme administrasi di tubuh birokrasi daerah.

RN mungkin tidak lagi mengajar, namun kisahnya adalah cermin: bahwa di balik selembar surat keputusan, selalu ada kisah manusia, pengabdian, dan kekecewaan — yang nilainya jauh melampaui angka kerugian negara.

Reporter: Rasman Ifhandi
Editor: Redaksi Lembayung

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *