LUBUK LINGGAU, LEMBAYUNGNEWS — Pelarangan terhadap jurnalis Detik yang hendak melakukan investigasi di sejumlah tempat hiburan malam di Lubuklinggau tidak dapat dianggap sebagai persoalan sepele. Peristiwa ini justru mengindikasikan adanya upaya terstruktur untuk menutup kemungkinan praktik kejahatan yang diduga terorganisir.
Aksi sekelompok pihak yang menuntut permintaan maaf disertai ancaman boikot merupakan bentuk perlawanan terbuka terhadap fungsi pers sebagai kontrol sosial. Tindakan tersebut menjadi preseden buruk bagi penegakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang secara tegas menjamin kemerdekaan kerja jurnalistik.
Investigasi terhadap tempat hiburan malam memiliki kepentingan publik yang kuat, terutama terkait potensi peredaran narkoba serta kemungkinan pelanggaran hukum lainnya. Karena itu, persoalan ini tidak lagi sekadar menyangkut hak liputan, melainkan memunculkan pertanyaan mendasar: apa yang sebenarnya ingin disembunyikan?
Larangan eksplisit terhadap kerja jurnalistik justru memperbesar kecurigaan publik. Mengapa pengungkapan di lokasi yang rawan menjadi episentrum peredaran barang terlarang harus dihentikan? Kondisi ini mengarah pada dugaan adanya pihak tertentu yang merasa terancam, sehingga berupaya menghambat kerja pers—sebuah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perintangan keadilan.
Dalih bahwa liputan tersebut dianggap mencampuri urusan masyarakat merupakan alasan yang keliru. Pers hadir untuk melindungi kepentingan publik dari ancaman narkoba dan kriminalitas. Membela tempat hiburan malam dari pengawasan media sama artinya dengan mengabaikan keselamatan dan masa depan generasi muda.
Tuntutan permintaan maaf dan ancaman boikot tidak dapat disebut sebagai kritik, melainkan bentuk intimidasi yang berpotensi melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Setiap upaya menghalangi kerja jurnalistik harus diproses secara hukum.
Ketua Umum Perkumpulan Pimpinan Redaksi Indonesia Maju (PRIMA), Hermanius Burunaung, menyatakan dukungan penuh kepada jurnalis dan mengecam keras segala bentuk intimidasi. Ia menegaskan bahwa kasus ini bukan konflik biasa, melainkan pertarungan antara kebenaran dan upaya menutupi kejahatan.
“Pelarangan investigasi dugaan peredaran narkoba patut dicurigai. Ini bukan soal suka atau tidak suka terhadap pemberitaan, tetapi ancaman serius terhadap hukum dan demokrasi,” tegasnya. (Raif73)












