PRABUMULIH. Lembayungnews. Pilkada telah usai, lembaran baru kepemimpinan Kota Nanas pun dimulai. Duel sengit antara istri mantan wali kota dan sosok pendatang baru di dunia politik daerah, H. Arlan, akhirnya dimenangkan oleh sang pengusaha sukses.
Meski sebenarnya ada tiga pasangan calon yang bertarung dalam perebutan kursi wali kota, atmosfer pertarungan terasa seperti hanya melibatkan dua kekuatan besar: sang petahana dan sang penantang. H. Arlan, yang dikenal sebagai pengusaha dengan julukan “uang tak berseri,” berpasangan dengan Franky Nasril, sosok muda berdarah Minang yang multi talenta. Slogan “Perubahan” yang mereka usung rupanya mampu menggugah hati masyarakat, terbukti dari perolehan suara mereka yang mencapai 30.270 suara atau 53,93%, jauh mengungguli dua rivalnya.
Sementara itu, pasangan nomor urut 2, H. Andriansyah Fikri dan Syamdakir, yang sempat digadang-gadang sebagai “kuda hitam,” ternyata hanya mampu mengantongi 9.819 suara (17,49%), jauh dari ekspektasi banyak pihak. Sedangkan pasangan nomor urut 3, Hj. Ngesti dan H. Mat Amin, yang menawarkan kelanjutan program suami Ngesti—mantan wali kota dua periode—harus puas di posisi runner-up dengan 16.041 suara (28,58%).
Malam itu, kediaman H. Arlan diwarnai euforia. Para pendukung bersorak, menangis haru, hingga meneriakkan kata “Perubahan!” sekuat tenaga. Kemenangan ini sekaligus menandai berakhirnya dominasi trah Yahya, yang telah memimpin Kota Nanas selama satu dekade.
Namun, kemenangan ini juga membawa perubahan besar di tubuh pemerintahan kota. Dalam 100 hari pertama kepemimpinan H. Arlan, banyak yang merasa resah. Beberapa pihak yang selama ini nyaman di lingkaran kekuasaan mulai merasa “duduk di atas duri.” Ada ketakutan, kegelisahan, dan kecemasan akan dinamika baru di pemerintahan.
Di sisi lain, muncul fenomena “raja-raja kecil,” sebagaimana pernah disebut dalam tulisan jurnalis senior Bung Jun Manurung. Pergantian kekuasaan selalu diiringi dengan pergeseran pemain. Pemain lama diganti pemain baru di jatah kue APBD. Ada pejabat baru stok lama ada pula stok lama tapi bergaya sok baru, seolah menjadi “pendekar sakti” dengan taring tajam.
Tanda-tanda pergeseran Yahya Brother makin nyata ketika mantan Kabag Keuangan Pemkot Prabumulih, IS, ditangkap atas dugaan penipuan senilai Rp3,5 miliar. IS, yang diketahui merupakan keponakan mantan wali kota, diduga meminjam uang kepada seorang pengusaha, Essy Meliyuni, dengan alasan untuk membayar tunggakan listrik gedung Pemkot Prabumulih.
Menurut kuasa hukum Essy, Ade Rahmayanti, Imam menjanjikan pengembalian dana dalam waktu dekat dengan tambahan bonus bagi pemberi pinjaman. Namun, hingga kasus ini mencuat, uang tersebut tak kunjung dikembalikan.
Hal ini tentu memunculkan banyak pertanyaan. Jika benar uang itu untuk membayar tagihan listrik, ke mana dana anggaran Pemkot selama ini? Apakah benar pemerintahan sebelumnya sedemikian miskinnya hingga harus berutang untuk membayar listrik? Ataukah ada sesuatu yang lebih besar di balik ini?
Yang mengejutkan, tersangka IS mulai “bernyanyi.” Dalam sebuah rekaman yang beredar, terdengar percakapan antara IS dan seorang pejabat tinggi Pemkot. Percakapan itu menyiratkan ada sesuatu yang lebih kompleks dalam pusaran kasus ini.
Lalu, apakah IS akan membawa teman-temannya ke dalam jeruji besi di Palembang? Akankah kasus ini membuka kotak pandora yang lebih besar? Bagaimana kisah ini akan berakhir akan kami ulas di bagian berikutnya. (Raif)
Catatan: Gambar hanya pemanis!!
Editor: Rasman Ifhandi/Junifer Manurung