PRABUMULIH. Lembayungnews|. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan yaitu Pasal 4, ayat 1 mengatur tata cara pembuatan dan penempatan alat pembatas kecepatan atau biasa dikenal polisi tidur.
Peraturan pembuatan polisi tidur ini masih banyak yang belum memahami sehingga menimbulkan kesenjangan, membuat pro dan kontra di kalangan masyarakat Kota Prabumulih.
Tiga macam polisi tidur di Tanah Air:
Speed Bump
Jenis yang satu ini dikhususkan untuk jalan lingkungan terbatas, area parkir, dan area privat dengan kecepatan laju kendaraan di bawah 10 km per jam.
Pembuatannya dengan kriteria lebar bagian atas minimal 15 cm atau 150 mm, ketinggian maksimal 12 cm atau 120 mm, dan sudut kelandaian 15 persen.
Warna dari speed bump yaitu kombinasi hitam dan kuning atau hitam dan putih. Untuk warna hitam ketentuannya dicat selebar 30 cm, dan untuk warna kombinasinya yaitu 20 cm. Ketentuan sudut pewarnaannya ke kanan sebesar 30 hingga 45 derajat.
Speed Hump
Speed hump dibuat untuk jalan lokal dengan kecepatan laju kendaraan maksimal 20 km per jam. Ketentuan pembuatannya yaitu lebar maksimal 39 cm, ketinggian 5-9 cm, dan sudut kelandaian 50 persen. Jenis pembatas jalan ini berbentuk penampang melintang dengan beberapa ketentuan khusus.
Fungsi speed hump ini adalah, untuk mengatur kecepatan kendaraan pada jalan operasional yang bisa diseberangi oleh pejalan kaki semacam zebra cross. Bentuknya memiliki jendolan atau tonjolan dan permukaannya lebih luas dari speed bump. Jenis ini sering dipasang di jalan lokal dan jalan lingkungan.
Ketentuan dari pembuatan selain yang disebutkan di atas adalah dicat dengan kombinasi warna hitam dan kuning atau hitam dan putih. Sedangkan ketentuan lebar catnya sama dengan ketentuan pada speed bump, yaitu warna hitam 30 cm dan warna kombinasi selebar 20 cm.
Speed Table
Speed Table dibuat untuk jalan lebar (penyeberangan jalan) dengan laju kecepatan maksimal 40 km per jam. Alat pembatas jalan ini biasanya sering disebut garis kejut yang dibuat untuk jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan lingkungan. Umumnya speed table banyak dijumpai di jalan menuju gerbang jalan tol.
Ketentuan lebarnya mencapai 660 cm (6600 mm) dengan kelandaian 15 persen dan tinggi maksimum 80-90 mm.
Fungsi dari speed table ini adalah untuk membuat pengemudi mengurangi laju kecepatan kendaraannya. Bentuk dari speed table lebih lebar daripada jenis yang lainnya.
Sama seperti ketentuan pada jenis lainnya, kombinasi warna yang digunakan adalah warna hitam dan kuning atau warna hitam dan putih. Lebar warna hitamnya 30 cm dan 20 cm untuk warna kombinasinya. Spesifikasi permukaannya sendiri terbuat dari bahan dengan mutu material setara beton K-300. Yaitu material untuk kolom, balok, pelat, dinding dan pekerjaan beton
Fandri Heri Kusuma sebagai orang yang pertama kali mengangkat maslah polemik polisi tidur ini pernah memuat tulisan tentang Speed Bump ini di laman fb nya. Berikut kami kutip salah satu tulisannya.
Untuk diketahui oleh semua pengendara bahwa ada undang-undang yg mengatur tentang batas kecepatan berkendara yaitu Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2013 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 111 tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan Kendaraan Bermotor yg isinya adalah sebagai berikut :
1. paling rendah 60 km/jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 km/jam untuk jalan bebas hambatan (contohnya jalan tol);
2. paling tinggi 80 km/jam untuk jalan antar kota (contohnya jalan prabumulih-palembang);
3. paling tinggi 50 km/jam untuk kawasan perkotaan (contohnya jalan dalam kota prabumulih); dan
4. paling tinggi 30 km/jam untuk kawasan pemukiman (contohnya jalan kampung, jalan perumahan/perumnas, gang/lorong).
Sesuai dengan pasal 287 Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagi yg melanggar peraturan tersebut diatas, maka dikenakan sanksi pidana maksimal 2 (dua) bulan penjara atau denda paling banyak 500 rb.
Jadi sudah jelas bahwa bagi pengendara yg kebut-kebutan bukan pada tempatnya tentu dapat dikenakan sanksi pidana atau denda, lain lagi hal klo sampai terjadi kecelakaan atau menabrak pengguna jalan lainnya tentu ada aturan dan sanksi bagi pelaku atau pengendara.
Jika para pengendara yg tidak bijak dalam berkendara dengan kecepatan yg tidak sesuai ketentuan, bisa dikenakan sanksi, maka sama halnya ketika warga atau RT/RW tersebut membuat “Polisi Tidur” dijalan dengan maksud dan tujuan agar pengendara tidak ngebut dan nabrak anak-anak, atau pengguna jalan lainnya. Juga sama ada sanksi pidana dan denda yg telah ditetapkan didalam peraturan perundang-undangan (silakan baca tulisannya di akun FB Fandri Vaganza.
Fandri adalah seorang aktivis dan juga pimpinan beberapa organisasi dan yayasan di Kota Prabumulih, hari ini kembali kami sempat berbincang dengannya, dia kembali menegaskan jika dalam waktu 14 hari setelah dia berkirim surat tidak juga ada tindakan positif, maka dia akan lanjutkan ini ke Ombudsman Provinsi Sumsel, atau jika tidak pula ada tanggapan dia akan lanjutkan ke Ombudsman RI.
Kepala Dinas Perhubungan dalam penyampaiannya lewat telpon mengenai polemik polisi tidur ini mengatakan bahwa kalau surat khusus ke Dishub belum pernah dia terima, cuma sekedar tembusan saja.
“Kalau pemberitahuan khusus tidak ada namun sepanjang hal tersebut untuk kepentingan masyarakat, ya kami persilahkan saja, karena kita tau bahwa kepentingan itu berbeda-beda, dan saya sudah meminta kepada Kabid yang membidangi agar menghubungi rekan-rekan yang bersangkutan untuk dapat duduk bareng dan mencari solusi yang terbaik,” ujar Martody menjelaskan.
Selanjutnya Martody mengatakan perlu adanya diskusi dari semua pihak untuk hal ini.
“Alangkah baiknya kalau kita bisa duduk bareng, berdiskusi, semua pihak agar dapat membuka ruang dalam permasalahan ini,” pungkas Martody seraya mengajak pewarta untuk dapat juga hadir nantinya.
Ketua RT 03 RW 02 Kelurahan Suka Jadi, Prabumulih Timur, Nara, saat dikonfirmasi media ini mengatakan memang benar adanya pro dan kontra yang terjadi atas pemasangan polisi tidur di wilayahnya.
“Memang ada warga yang sudah datang kesini meminta izin memasang polisi tidur itu, katanya bertujuan agar para pengendara tidak ngebut, karena di kampung ini banyak anak-anak dan juga ada tempat pengajian, saya mempersilahkan jika memang diperlukan membangun polisi tidur, namun harus mengikuti aturan yang ada,” jelas Nara.
Lanjut Nara Lagi, “Lalu setelah itu masyarakat mulai membuat polisi tidur dengan meminta bantuan tokoh masyarakat dan juga sebagai pejabat pemerintahan di pemkot. Menurut keterangannya bahwa hal tersebut sudah mendapat persetujuan Walikota Prabumulih.” Nara menambahkan, setelah adanya warga yang komplain, maka diadakanlah rapat dengan warga membahas permasalahan tersebut, sehingga didapati kesepakatan untuk mengganti polisi tidur yang ada dengan yang lebih rendah.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengatakan lewat pesan singkat Whatsapp bahwa banyak warga yang mengeluhkan polisi tidur yang terlalu tinggi, namun masyrakat tidak mau ada perdebatan yang bisa menciptakan permusuhan.
Berikut kami kutip pesan singkatnya.
“Cubo kak, nongkrong di warung pecel depan bengkel dekat rel kereta, denger-denger disitu ado jugo dari pihak(…) yang dak setuju jugo, perangkat RT di situ pun dak dikasi tau nak ado pemasangan polisi tidur di depan bengkel las tu, ini cuma cerita orang kak kebenaranya belum tau,”
[20/2 15:13] bnyk jg yg curhat di warung pecel depan bengkel las dkt rel kereta,kalo cr info jgn sebut nama kk karna kenal semua disini.. kadang kita tdk tau yg kita kasih info mendukung kemana
[20/2 15:16] niat saya agar dikasi perubahan kondisi polisi tidurnya dibuat landai/dibongkar mana baiknya agar tdk mencelakai masyarakat.
Semoga saja hal ini bisa menjadikan pelajaran bagi kita semua, dan dapat menambah pengetahuan kita bagaimana pemasangan Speed Bump atau polisi tidur itu yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (Raif)