LSM Dahsat Pertanyakan Kelanjutan Permohonan 1000 Pohon Buah ke PT. SGLPI

MUARA ENIM. Lembayungnews|• Keberadaan perusahaan besar yang melakukan aktivitas pada suatu wilayah, seyogyanya dapat menjadi harapan baru bagi masyarakat sekitar tempat perusahaan tersebut beroperasi.

Seperti hal nya Perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 1, 2×300 MW di Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim, yang ditargetkan mulai komisioning tahun ini.

Proyek PLTU Sumsel 1 yang menghabiskan dana sekitar 14 T, bersumber dari dana APBN Pusat Tahun 2016. Saat ini masih dalam tahap rekonstruksi.

Dalam prosesnya, kehadiran perusahan raksasa ini ternyata berdampak pada keberadaan hutan Bukit Kancil yang menurut keterangan kepala desa Tanjung Menang Derista Riduan, hutan tersebut adalah salah satu peninggalan sejarah yang patut dijaga kelestariannya.

Seluas kurang-lebih 84 ha lahan hutan kancil yang sudah dibebaskan untuk proyek konstruksi pembangunan PLTU Sumsel 1 ini. Dengan demikian keberadaan hutan tersebut pun akan mengalami banyak perubahan.

LSM DAHSAT, melalui ketuanya, Pice Ardopiandi saat kami bincangi mengatakan, dirinya dan rekan-rekan telah mengajukan proposal permohonan bantuan 1000 pohon buah kepada pihak perusahaan proyek PLTU Sumsel 1 yakni PT. SGLPI. Senin 22/11/2021.

“1000 pohon buah tersebut yang rencananya akan kita bagikan kepada masyarakat sekitar proyek, dan lahan konservasi. Setiap 1 warga mendapat 1 pohon buah untuk menjaga kelestarian alam sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintah Indonesia dalam program go green.(penghijauan).” Ungkap Pice.

Namun niat baik dari putra daerah ini tidak langsung direspons baik juga oleh perusahaan PT. SGLPI.

“Proposal yang kami ajukan pada Januari 2020, sampai saat ini belum juga ada realisasi. Bahkan semua prosedur sudah kita lakukan. Kita libatkan juga pemerintah desa yang dalam hal ini kepala desa Tanjung Menang sesuai permintaan dari perusahaan. Namun sekali lagi, kami belum dapat jawaban pasti,” sesal Pice.

Ditambahkannya lagi, bahwa apa yang mereka lakukan murni untuk menjaga ekosistem alam desa Tanjung Menang, yang saat ini terancam kelestarian dan keasriannya dengan hadirnya proyek PLTU ini.

“Apa yang kami lakukan murni sebagai bentuk kepedulian terhadap alam sekitar, yang bisa saja kedepannya akan terancam kelestarian dan keasrianya dengan adanya proyek-proyek besar masuk di desa kami,”

“Kami juga berhak mendapatkan udara bersih seperti dulu, sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 28H ayat 1, yang berbunyi ‘Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan’. Itu yang menjadi landasan kami mengajukan permohonan 1000 pohon ini,” tegas Pice berharap ada respons positif dari pihak perusahaan.

Senada dengan Ketua LSM DAHSAT. Kepala Desa Tanjung Memang Derista Riduan saat kami bincangi di kediamannya menyayangkan pihak perusahaan yang kurang tanggap terhadap keluhan masyarakat.

“Kami dari pemerintah desa jelas mendukung program dari LSM DAHSAT yang kami pikir sangat bagus. Makanya proposal tersebut sudah kami tanda tangani, bahkan Camat pun telah pula mengetahui,” ujar Kades menegaskan.

“Dengan pemerintah kecamatan dan pemerintah desa menanda tangani proposal dari LSM tersebut, artinya ini juga menjadi permintaan dari kami. Tidak mesti kami yang membuat proposalnya.” Terang Derista lagi.

Mendukung proyek pembangunan PLTU Sumsel 1.

“Kami jelas mendukung pengerjaan proyek ini, karena kita tau ini adalah Proyek Strategis Negara (PSN). namun tentunya perusahaan juga punya kewajiban untuk menjaga ekosistem alam desa kami, mengembalikan lagi hutan kancil seperti dulu lagi, karena ini termasuk cagar budaya desa ini.

“Sekali lagi kami berharap agar pihak perusahaan SGLPI dapat merespons apa yang menjadi permintaan warga kami melalui LSM Dahsat, mari kita sama-sama menjaga agar tidak terjadinya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan proyek pembangunan PLTU Sumsel 1 ini,” tandas Kades 2 periode ini.

Saat kami mencoba mencari informasi ke pihak perusahaan, mereka belum mau memberikan statemen, dan mereka akan membahas ini dengan pihak manajement.

Kerusakaan lingkungan yang diakibatkan karena aktivitas perusahaan kurang bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya sehingga terjadinya konflik
antara perusahaan dengan masyarakat.

Beberapa kasus tersebut diantaranya adalah kasus Lumpur Lapindo di Porong, pencemaran lingkungan oleh Newmont di Teluk Buyat, konflik antara masyarakat Papua dengan PT. Freeport Indonesia, konflik masyarakat
Aceh dengan Exxon Mobile yang mengelola gas bumi di Arun.

Untuk mengantisipasi hal yang sama terjadi maka pemerintah
memberikan pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan di dalam peraturan perundang-undangan nasional. (Raif)

Editor: Rasman Ifhandi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *